Masyarakat Mentawai bersifat patrinial dan kehidupan sosialnya dalam
suku tersebut. Struktur sosial tradisional adalah kebersamaan, mereka
tinggal di rumah besar yang disebut juga “uma” yang berada di
tanah-tanah suku. Seluruh makanan, hasil hutan dan pekerjaan dibagi
dalam satu uma.
Rumah tradisional / adat suku Mentawai masih banyak kita di jumpai di
kabupaten Kepulauan Mentawai, provinsi Sumatera Barat, Indonesia.
Uma biasanya dihuni oleh 5 hingga 7 kepala keluarga dari keturunan
yang sama. Satu diantaranya anggota yang tinggal dalam sebuah rumah
disebut Sikerei. Sikerei itulah yang oleh suku Mentawai dianggap sebagai
tetua. Uma menjadi pusat kehidupan bagi suku Mentawai. Di dalam Uma
itulah, suku Mentawai tinggal, menyelenggarakan pertemuan dan
melaksanakan berbagai macam acara adat, seperti penikahan. Uma juga
menjadi tempat untuk menyembuhkan anggota keluarga jika ada yang sakit.
Uma adalah rumah besar yang berfungsi
sebagai balai pertemuan semua kerabat dan upacara-upacara bersama bagi
semua anggotanya. Uma terbuat dari kayu kokoh dan berbentuk rumah
panggung yang dibawahnya digunakan sebagai tempat pemeliharaan ternak
seperti babi.
Selain bangunan rumah utama atau uma ada macam bangunan lain yang di sebut:
Lalep tempat tinggal yang di peruntukan suami istri
yang pernikahannya sudah dianggap sah secara adat. Biasanya lalep
terletak di dalam Uma.
Rusuk suatu pemondokan khusus, tempat penginapan
bagi anak-anak muda, para janda dan mereka yang diusir dari kampung atau
orang-orang yang di asingkan karena melanggar aturan adat suku
mentawai.
Kontruksi Bangunan Uma
Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.
Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.
Bangunan uma menyerupai atap tenda memanjang yang dibangun diatas
tiang-tiang, karena atap yang terbuat dari rumbia yang menaungi menjulur
ke bawah sampai hampir mencapai lantai rumah. Pohon sagu atau rumbia
merupakan bahan penutup atap dari daun daun pohon rumbia yang banyak
tumbuh di rawa atau di pantai. Kelebihan menggunakan atap rumbia yaitu
terlihat alami, menimbulkan suasana baru, ringan dan relatif murah.
Sedangkan kekurangannya ialah daya tahan maksimal 4 tahun, sulit
melakukan upaya perbaikan atau pergantian, dan rawan bocor bila terjadi
hujan lebat.
Kerangka bangunan, terdiri dari lima perangkat konstruksi dari
tonggak-tonggak, balok-balok, dan tiang-tiang penopang atap. Kerangka
bangunan ini dibangun berjejer melintang ke belakang dan saling
berhubungan dengan balok memanjang.
Kekuatan struktur Uma dihasilkan oleh teknik ikat, tusuk dan sambung
sedemikian rupa. Bahan Uma diambil dari alam sekitar dan dipilih yang
bermutu baik.
Luas rumah persatuan kepala keluarga dengan rata-rata panjang : 31 m,
lebar : 10 m, dan tinggi = 7 m. Pembagian ruangannya cukup sederhana,
di bagian depan adalah serambi terbuka yang merupakan tempat untuk
menerima tamu. Sedang pada bagian dalam digunakan untuk ruang tidur
keluarga. Di ruangan ini terdapat pula perapian yang digunakan untuk
memasak suatu keadaan yang wajar mengingat kegiatan siang hari bagi
laki-laki dihabiskan di ladang atau di hutan, sementara istrinya
bertugas di kebun halaman dan memasak.
Bangunan uma ini terdiri atas dua bagian ruangan besar. Di depan ada
beranda yang luas tanpa dinding yang berfungsi untuk ruang tamu dan
ruang keluarga berkumpul dan bercakap-cakap pada malam hari. Di
belakangnya, ruangan yang berdinding menjadi ruang tidur dan dapur,
tanpa sekat.
Sisi depan rumah ditutup dengan dinding atap rumbia yang terbentang
kebawah sampai batas 1 m (ditengah (tempat masuk) 1,5 m) dari lantai.
Rumbia atau disebut juga (pohon) sagu adalah nama sejenis palma
penghasil pati sagu.
Dinding sebelah dalam diatas tempat masuk diperkokoh dengan selembar
papan yang dihiasi gambar (tagga) atau ukiran, sedangkan ruangan
dibawahnya dan sisi kanan dan kirinya tidak berdinding, yang disebut
serambi depan.
Kolong
Terdapat dibawah rumah tempat tinggal dan tidak memiliki dinding. Kolong ini dimanfaatkan sebagai tempat untuk berternak babi.
Terdapat dibawah rumah tempat tinggal dan tidak memiliki dinding. Kolong ini dimanfaatkan sebagai tempat untuk berternak babi.
Ornamen/ragam hias
Pola-pola ornamen atau dekorasi rumah Mentawai, sangat dipengaruhi oleh pengaruh India wujudnya berupa bentukan sulur-sulur yang bentuk tumbuh-tumbuhannya dengan dedaunan dan bunga-bungaan.
Pola-pola ornamen atau dekorasi rumah Mentawai, sangat dipengaruhi oleh pengaruh India wujudnya berupa bentukan sulur-sulur yang bentuk tumbuh-tumbuhannya dengan dedaunan dan bunga-bungaan.
PEMBAGIAN RUANG UMA
Di muka tempat masuk yang sebenarnya. Disini terdapat batu pengasah kapak dan pisau, dan ditaruh bumbung bambu yang besar untuk dipakai para wanita dan anak- anak untuk mengambil air dari anak sungai yang dekat dengan rumah. Sedangkan para pria memakai tempat ini pada siang hari yang pengap dan bercuaca mendung untuk mengurus perkakas.
Di muka tempat masuk yang sebenarnya. Disini terdapat batu pengasah kapak dan pisau, dan ditaruh bumbung bambu yang besar untuk dipakai para wanita dan anak- anak untuk mengambil air dari anak sungai yang dekat dengan rumah. Sedangkan para pria memakai tempat ini pada siang hari yang pengap dan bercuaca mendung untuk mengurus perkakas.
Dinding sebelah dalam diatas tempat masuk diperkokoh dengan selembar
papan yang seringkali dihiasi ukiran atau gambar (tangga).Ruangan
dibawahnya terbuka, dan sisi kanan dan kirinya bagian pertama dari rumah
yang berada dibawah naungan atap tidak berdinding, yang biasa disebut
dengan serambi depan atau kagareat dengan panjang lima meter.
1. Diantara tiang-tiang dipasang bangku-bangku disebelah kiri dan kanannya.
2. Beranda depan difungsikan untuk berkumpul, mengobrol dan menerima tamu.
Ruang dalam pertama, cahaya diperoleh lewat lubang pintu, ruangan
yang dimaksud berwujud seperti bangsal yang panjang dan gelap dengan
dinding papan yang menutupi sisi samping dan belakangnya. Kecuali lewat
lubang pintu tingkap, kadang cahaya diperoleh lewat celah yang terjadi
dengan jalan melepaskan salah satu papan dinding, dengan cara seperti
ini jg dapat dipergunakan untuk masuk ke bilik-bilik samping (jairabba)
yang berada di bawah bagian samping atap, dengan lantai panggung
tersendiri. Pada panggung seperti ini ditaruh tuddukat, yaitu perangkat
keuntungan ynag terdiri dari empat batang kayu yang dilubangi dengan
cara membuat celah dan dengan panjang satu setengah sampai tiga meter.
Pertengahan rumah, terdapat konstruksi balok yang melintang. Dilantai
sebelah depannya ada perapian yang lebarnya mengisi seluruh lorong
tengah, berfungsi sebagai tempat memasak seluruh kelompok saat perayaan.
Perapian terbuat dari tanah yang dipadatkan dalam segi empat yang
dibentuk oleh balok-balok yang saling dihubungkan dalam sistem pasak.
Ruangan uma terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Bagian depan : adalah serambi terbuka yang merupakan tempat untuk berkumpul, mengobrol, dan menerima tamu. Di malam hari tempat ini dipakai untuk bercerita atau bercakap-cakap tentang kejadian sehari-hari, serta di gunakan sebagai ruang tidur bagi para pria.
a. Bagian depan : adalah serambi terbuka yang merupakan tempat untuk berkumpul, mengobrol, dan menerima tamu. Di malam hari tempat ini dipakai untuk bercerita atau bercakap-cakap tentang kejadian sehari-hari, serta di gunakan sebagai ruang tidur bagi para pria.
b. Bagian dalam : digunakan untuk ruang tidur keluarga. Di ruangan
ini terdapat pula perapian yang digunakan untuk memasak. Pada bagian
tengah Uma terdapat ruangan untuk berkumpul dan dan menarikan tarian
adat Mentawai.
Jenis-jenis ruangan pada Uma Berdasarkan Urutan dari Depan Sampai Belakang
1. Panggung : terbuat dari hamparan papan-papan yang tidak halus, yang terletak di sisi depan rumah. Disini terdapat batu pengasah, kapak, dan pisau. Juga ditaruh bumbung bambu yang besar-besar yang dipakai para wanita dan anak-anak untuk mengambil air dari anak sungai yang berada di dekat rumah, sedangkan para pria memakai tempat itu pada siang hari untuk bekerja mengurus perkakas.
1. Panggung : terbuat dari hamparan papan-papan yang tidak halus, yang terletak di sisi depan rumah. Disini terdapat batu pengasah, kapak, dan pisau. Juga ditaruh bumbung bambu yang besar-besar yang dipakai para wanita dan anak-anak untuk mengambil air dari anak sungai yang berada di dekat rumah, sedangkan para pria memakai tempat itu pada siang hari untuk bekerja mengurus perkakas.
2. Serambi depan : tempat untuk berkumpul dan tempat tidur para pria
dan juga pada sisi kanan dan kirinya ada bangku kayu untuk menerima
tamu.
3. Ruang dalam pertama : disini terdapat ruangan yang berwujud
bangsal panjang dan gelap dengan dinding kurang lebih setinggi orang
yang menutupi sisi samping dan belakang. Pencahayaan dalam ruang
diperoleh lewat lubang pintu atau dengan dilepaskannya salah satu papan
dinding. Biasanya ruangan ini digunakan untuk menjamu tamu dan tempat
segala rapat dan upacara adat digelar.
4. Ruang dalam kedua : di berikan sekat dengan kayu-kayu sehingga
memisahkan ruang utama. Dilantai sebelah depannya terdapat perapian yang
lebarnya mengisi seluruh lorong tengah tempat masuk pada waktu
perayaan. Disisi kanan perangkat konstruksi balok melintang ketiga ini,
tempat untuk menggantungkan bejana-bejana sajian untuk upacara memohon
keberhasilan dalam berburu. Di lorong tengah, anatara perapian dan
dinding belakang bangsal, lantainya terbuat dari papan lebar yang
diserut sampai halus, yang merupakan tempat untuk menari.
Istilah yang dipakai oleh orang Mentawai :
Lalep : Rumah tangga, rumah kediaman.
Lelep Sibau : Rumah lama, pusaka usang.
Lalep : Rumah tangga, rumah kediaman.
Lelep Sibau : Rumah lama, pusaka usang.
Sumber:
http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_6858/title_uma-mentawai/